31/03/11

CATATAN MARET 2011

Oleh : Arini Prabandharu


Ketika tibatiba inginku senyapkan langkah
hingga benarbenar tak kau kenali lagi bunyi tapak sepatuku yang tetap menujumu
sampai pada depadepa yang paling akhir

jangan tanya kenapa, Sayang sebab aku selalu ingin seperti ini
menjadi yang tak tembus duga olehmu

bahwa keduatelapaktanganku lah yang akan menutup kelopakmata teduhmu dari arah belakang,
ketika engkau tengah sibuk dengan tugastugasmu yg menumpuk di meja

dan mengagetkanmu dgn kehadiran yang tak menyuara
kecuali hanya menanggung degup jantung didada

sebelum pada akhirnya kulepas tangan dan membuka katupmatamu
dan membiarkanmu mendapati adaku

28/03/11

CATATAN 190311
Oleh : Arini Prabandharu

Hkg,19 Maret 2011

Siang ini gerimis kembali mengetuki genting-genting rumah.
Dan jalan setapak disepanjang kampung menjadi basah.

Sepiring nasi pecel hangat diatas meja kayu, bersanding teh manis dalam gelas belimbing bening

Sepeda Onthel tua yang masih memuat dua keranjang ketela pada sadel belakangnya, tersandar di dinding anyaman bambu gubuk kita ...

Dan aku masih diruang tengah menunggu untuk menemanimu duhai Lelaki yang berbudi langit dan berhati bumi.

10/03/11

PERTEMUAN YANG TERTUNDA

Oleh : Arini Prabandharu

 Sungguh, tiba-tiba saja aku merasa tak mengenali gadis cantik yang sedang ngomel di depanku saat ini. Berkali-kali aku menyuruhnya diam dan menghentikan ocehannya itu, tapi malah semakin diperkeras volume suaranya. Dia sudah tak memperdulikan mataku yang mulai berair.
 "Apa perlu kuambilkan cermin yang berukuran lebih besar lagi Vit ? agar kamu paham apa yang kumaksudkan tadi. Berkacalah ! Kamu itu siapa, bagaimana dan apa penilaian Angga terhadapmu nantinya jika benar-benar bertemu denganmu. Pikirkanlah sekali lagi !" cerocosnya menanggapi sikapku yang tetap memilih bungkam, menahan sesuatu yang terasa membatu didada.
Yessi, sahabat karibku semenjak duduk dibangku sekolah dasar itu, kini menjelma kuntilanak dadakan yang menyambangiku di siang bolong. Matanya yang biasanya berbinar indah, telah berganti semacam bola api yang menyala-nyala, dan itu teramat membuatku gerah dan ingin segera beranjak dari hadapannya. Belum lagi ketika aku lihat barisan geriginya yang putih dan kecil-kecil secantik biji ketimun itu, tiba-tiba berubah serupa taring-taring tajam yang sengaja dipersiapkan untuk menerkam dan mengoyak hatiku.
Tangisku meledak. Aku tidak sanggup lagi mendengar amarahnya. Kuhempaskan tubuh kurusku ke sofa.
Yessi perlahan mendekatiku. Kali ini, lembut ia tepuk pundakku. Kubalikkan badan dan kami saling memeluk. Suaraku lenyap dalam gugu. Kutumpahkan segala yang kupendam, aku menyerah !
Kubiarkan perihku yang beku mencair. Lebih dari seperempat jam tak ada yang menyuara.
Yessi masih mendekapku, semakin ia eratkan. Dadanya gemetar, ia menangis untukku, untuk ketololan-ketololanku.
 "Besok kita ke Rumah Sakit Vita. Tunda dulu rencanamu untuk ke Bengkulu, apalagi hanya untuk menemui lelaki yang baru saja kamu kenal. Dia pasti akan terpingkal-pingkal melihat penampilanmu yang cuma berkaos oblong dan celana jeans kumal. Kita ini orang kampung ! Angga tidak akan tertarik dengan sebuah giok kecil yang tak berharga itu, sekalipun kamu berikan dengan tulus untuk menggenapi janjimu." bujuk Yessi dengan nada lebih lembut.
Aku mengangguk terpaksa. Bagaimanapun, aku harus bertemu. Angga pasti menunggu. Angga pasti mau menyediakan sedikit saja waktunya untukku di sela kesibukannya sebagai seorang sutradara. Kataku membatin, membesarkan hati, meski kalimat Yessi tetap saja terngiang dan berkali meruntuhkan semangatku.
 "Kamu dimana sekarang Vit?" sebuah pesan singkat masuk di ponselku. Ku cek nomornya, oh My God dari Angga !, Aku melompat kegirangan. Kututup mulutku yang hampir tak mampu membendung teriak bahagia. Aku menangis dalam sujud.
 "Udah di rumah. Tidak main ke Solo Mas?" tanyaku, kutulis dengan tangan gemetar.
Tut tut... ponselku kembali berbunyi. Mas Angga membalas lagi.
 "Maaf Vit. Aku sedang ada kerjaan. Aku diluar kota." jawabannya membuatku lemas. Lagi-lagi, ucapan Yessi beberapa waktu yang lalu menjadi kenyataan pahit yang harus kutelan.
 " Oh..ya udah. Akan lama kah disana Mas?" kukirim balasanku, langsung diterima. Hanya dalam beberapa menit handphoneku menyala kembali. Kubuka balasannya kesekian.
 "Masih belum tau Vit. Yang jelas, aku tidak akan bisa mampir ke Solo, dan andai Kau datang ke Bengkulu, aku tak di tempat." jelasnya dengan kalimat yang begitu rapi. Kusudahi komunikasi hari ini dengan mematikan ponsel. Aku ingin segera tidur. Segera tidur ! Membenamkan segenap kecewa yang memenuhi rongga dada. Aku tak ingin menyalahkannya.
 "Nah, apa juga kubilang ? Kamu sich, ndableg ! Angga tidak akan pernah membukakan pintu untukmu Vit. Jangankan soal cinta, tentang oleh-oleh yang Kau janjikan itu aja belum tentu dia ingat. Buka matamu, terima kenyataan. Angga itu orang terkenal, biasa bergaul dengan cewek-cewek smart, seksi dan cantik. Kamu tidak akan bisa masuk dalam dunianya Vit. Lelaki seperti Angga tidak butuh perempuan bodoh macam kamu, yang cuma bisa masak, dandan aja tidak becus. Ayolah, jangan permalukan Angga dengan kehadiranmu. Bisa-bisa kamu datang malah dikasih tandatangan, lalu diusir. Lupakan Angga !!" Yessi memintaku sungguh-sungguh, setelah kuceritakan padanya perihal sms kemarin.
Aku diam tanpa tau harus menjawab apa kepadanya. Langit sore kota Solo berselimut mendung. Dari balik kaca jendela kutatap samar sebuah taksi melintas pelan, lalu berhenti didepan rumah. Aku masih belum menggeser posisi. Betapapun akan ada ribuan kendaraan yang lewat dijalan raya sepanjang kota ini, aku terlanjur percaya bahwa tak akan ada satupun sopir yang menghantar Angga ke tempatku. Kutarik nafas dalam-dalam, menata keyakinan akan apa yang harus kutempuh kemudian. Kubungkus kembali giok mungil berbentuk naga berwarna hijau tua itu, dan kusimpan dalam kotaknya.
 "Aku memutuskan balik ke China Minggu ini Yess. Tolong bantu aku memesan tiket, sekarang juga." pintaku pada Yessi, tanpa ada penolakan darinya. Dia mengangguk mantap. Kami bertatapan, lalu tersenyum.
 "Sabar ya Vit ? Tuhan memberikan sesuatu yang kita butuhkan. DIA menguji karena Kamu mampu dan kuat. Semua akan indah, pada saat yang tepat. Ikhlaskan semuanya. Pulihkan kondisimu dahulu, yang lainnya nurut aja, DIA sudah atur segalanya." tangan Yessi melingkar dipundakku. Matanya berkedip lucu. Kami berangkat ke Rumah Sakit petang itu juga.
 Dua bulan setelahnya, detik ini. Dari sebuah sudut ruang tempatku berbaring, bukanlah salahmu atau salahku juga Ngga.. bila kotak mungil yang sedianya kuberikan padamu masih berada di geggamanku. Dan percayalah, pada pertemuan yang tertunda itu, aku telah menerimanya sebagai takdir.